Senin, 16 Oktober 2017

Pertanyaan yang Malang

          Sebagai guru kita pasti sering bertanya kepada siswa kita, baik di kelas maupun diluar kelas, substantif terhadap pembelajaran ataupun tidak. Kita setiap hari pasti menanyakan kabar siswa kita ketika membuka pembelajaran, sudahkah membuat PR yang diberikan? Atau sekedar basa-basi agar komunikasi dengan siswa berjalan lancar sehingga kita sebagai guru dapat dikenal oleh siswa kita. Jika kita agak jutek (istilah mereka), siswa cenderung malas atau menghindar ketika bertemu dengan kita. Pertanyaan juga menjadi penghubung ketika kita ingin mengetahui kondisi siswa kita.
            Di dalam kelas sudah barang tentu kita sering melontarkan pertanyaan yang sifatnya subtantif pada materi pembelajaran. Dari yang paling sederhana misalnya mengingatkan kembali materi pertemuan sebelumnya hingga pertanyaan yang sifatnya memerlukan pemikiran kritis siswa. Nah, yang bagian kedua ini membuat saya sering menghela nafas karena sebagian besar siswa saya terkadang mematung.. fiuuh…. Perlu kesabaran memang mengarahkan mereka sesuai apa yang kita inginkan. Ini salah satu alasan juga kenapa kecepatan pembelajaran menjadi lambat, sebab kita harus mengingatkn kembali konsep-konsep yang digunakan untuk menjawab pertanyaan kita. Kadang-kadang saya secara tidak sadar membuat pernyataan yang agak menyindir “Anak-anak bapak hari ini mengajar anak kelas 4 SD lho…”. Beragam ekspresi saya lihat ketika saya melontarkan sindiran itu dari yang bermuka masam sampai yang tersenyum kecil (entah malu atau mereka ikut menyindir juga). Itu semua adalah bumbu-bumbu setiap pembelajaran di kelas yang saya yakin akan selalu mereka ingat.


            Membuat pertanyaan efektif memang tidak begitu sulit kelihatannya ketika kita menggunakan rambu-rambu yang diberikan, baik pantangan ataupun anjurannya. Namun perlu diingat bahwa kondisi siswa kita mungkin saja berbeda-beda latar belakangnya. Pernah ketika saya membelajarkan materi Aritmetika Sosial saya memberikan permasalahan kepada mereka tentang kegiatan pembelian barang di sebuah toko dengan melibatkan istilah diskon. Tidak satupun siswa di kelas saya mampu menjawabnya padahal sangat sederhana sekali. Saya berpikir apa yang membuat mereka sampai terbengong-bengong. Usut punya usut ternyata mereka tidak mengenal istilah diskon. Saya baru paham mereka anak-anak yang tinggal didaerah terpencil yang lebih sering melakukan belanja tunai tanpa diskon. Sayapun menjelaskan kembali istilah itu yang pada akhirnya secara tidak sadar menjawab sendiri pertanyaan yang saya ajukan. Sambil merenung dan tersenyum dalam hati saya menggumam “pertanyaan yang malang”.
Previous Post
Next Post

Saya Putu Agus Eka Mastika Yasa adalah guru matematika di SMP Negeri 2 Sukasada. Blog ini akan saya gunakan sebagai media untuk berbagi informasi-informasi penting seputar dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika.

0 komentar: